Sabtu, 31 Maret 2012

Adik Remajaku


by Raihan
Teguhmu membangun ummah
Pendirianmu membela maruah
Tafakurmu mendamba hidayah
Dikaulah remaja yang sempurna

Usia mudamu hanya sekali
Penuhilah ia dengan berbakti
Ajaran Rasul hendaklah diikuti
Perintah Alloh wajib dipatuhi

Perjalananmu masih jauh
Wahai adikku, aturlah langkah
Gunalah kelebihan yang ada
Demi keagungan agama dan bangsa

Reff:
Bersyukurlah atas rahmat-Nya
Bersabarlah dengan dugaan-Nya
Bertakwalah dirimu kepada-Nya
Pahala berganda ganjarannya
Andai nafsu dapat kau tahan
Tangisanmu hanya kerana Tuhan
Hatimu terpaut pada rumah-Nya
Nikmat surga akan kau rasa

BLIGO


          Asli, ini kedua kalinya aku ngeliat buah Bligo. Pertama, pas ada acara expo UKM di auditorium kampusku sebulan lalu yang salah satu stannya majang buah Bligo. Aku masih inget, ya stannya Gizi cosmetics. Di stan itu emang lagi bagi2 produk gratis, syaratnya pengunjung ngisi identitasnya di buku tamu yang disediakan lalu dapet deh krim Gizi. Aku malah cuma lewat doang soalnya lagi buru-buru, dengan tatapan tertakjub pada buah Bligo besar di meja. Aku cuma berhenti agak lama di stan es jamur Ling Zhi, aneh kan? Jamur kok dibikin es. Ya, begitulah dunia wirausaha. Out of the box banget, aku sih ga heran. Udah terbiasa dengan ide-ide liar ga ketulungan (ngakunya, hehe…) 

Pengalaman kedua aku ngeliat buah ini adalah pengalaman yang paling seru karena buah ini bisa diapa-apain melalui berbagai versi. Tahu ga, dari kecil aku tuh sering denger cerita seru ibu yang zaman dulu pernah juga masak buah Bligo itu. Akhirnya baru kali ini aku mengolahnya, Alhamdulillaah. Hampir kesampaian juga makan buah Bligo (tatapan bling-bling, berbinar-binar…plis deh).

            Kisahnya berawal dari Paklik Warto yang ngebawain tuh buah ke rumahku karena beliau punya pohonnya (ya iyalah). Langsung aja tuh buah kufoto-foto sebentar. Proses selanjutnya, buah Bligo mengalami tahap pengupasan, Lik Warto yang ngupasin. Sambil tertakjub-takjub karena baru pertama membelah-belah buah ini, kumakan sepotong kecil. Enak, adem berair kayak timun cuma lebih padat dan renyah. Ada aroma khas yang enak diindra penciuman juga, kalau aku bilang buah ini wangi. Ajiip dah… Aku suka wangi buah Bligo :D

            Buah Bligo yang kuamati warna kulit luarnya hijau dan agak berbintik-bintik putih. Kalau sudah tua warnanya berubah kuning. Seperti pada labu-labu lainnya. Hanya istimewanya, buah ini sudah ‘meracuni’ otak kanak2ku melalui cerita ibu yang seru abis. Betapa enak dan tak terlupakannya buah itu buat ibuku. Wujudnya kayak gini nih, si buah Bligo itu. Simak ya… 

            Ini dia buahnya, dilihat dari berbagai versi. Yang ini versi berdiri, hehe..





Kalau ini versi rebah, versi kedua dalam kuriositasku yang menggila. Halah…






Ini versi separo, pasca kupas. Lihat deh, biji-bijinya yang masih muda. Ini lagi enak-enaknya disayur kata Pak Likku, kalau sudah tua daging buah jadi keras yang akhirnya dibuang buat pakan ikan di kolam. 






Nhah, ini dia versi terakhir dari sekuel buah Bligo. Hehe…
Versi tumis Bligo, sedap deh. Dengan aroma khasnya yang masih berasa di lidah.
Yummy, mau coba?





                   Kenangan di Adipasir yang damai pada 19 Maret 2012
Di satu siang pasca ambil KTP baru di kantor kecamatan Rakit.

Kampung Waerebo, Setelah Mendunia Lalu Menusantara






Oleh : Arbain Rambey

          Saat “ditemukan” oleh sekelompok arsitek Indonesia, Yori Antar dkk, agustus 2008, desa Waerebo bagai barang asing di negeri sendiri. Saat itu, mereka tertarik pada sebuah foto di internet yang menggambarkan sebuah desa dengan rumah berbentuk kerucut. Menakjubkan lagi, desa dalam foto itu berada di wilayah Indonesia, tepatnya di Pulau Flores.
          Namun, saat itu siapa kenal Waerebo yang terletak di kecamatan satar mese barat, manggarai, nusa tenggara timur, ini? Sampai tulisan ini diturunkan pun, banyak warga kecamatan satar mese barat yang belum tahu keberadaan waerebo.
          “Saat kami sudah tiba di pulau flores pun, semua yang kami tanyai tak ada yang tahu tentang Waerebo,” ujar Yori.
          Titik terang didapat kelompok arsitekyang senang pada rumah tradisional nusantara itu. Di sebuah warung makan, mereka melihat foto waerebo di dinding. Dari pemilik rumah makan, Yori dan kawan-kawan akhirnya bertemu dengan beberapa orang, seperti martinus anggo dan blasius monta (keduanya berasal dari waerebo), yang bisa membawa mereka menginjakkan kaki di waerebo.
          Apa kejutan setelah tiba di Waerebo? Dalam buku tamu yang ditunjukkan Blasius monta terlihat bahwa sejak 2002, Waerebo sudah rutin dikunjungi turis dan peneliti mancanegara. Dari total 480 orang yang tercatat mengunjungi Waerebo sampai 2009, hanya Sembilan orang dari Indonesia, yaitu Yori dan kawan-kawan. Lainnya datang dari perancis, Inggris, Belanda, Ceko, dan Negara-negara Eropa lain, Amerika Serikat, Taiwan, serta Jepang. Bisa dikatakan, Waerebo sudah mendunia sebelum dikenal orang Indonesia.
Terpencil
          Kalau Waerebo cukup terlupakan dip eta pariwisata dan budaya Indonesia, itu bisa dimaklumi sebab letak Waerebo sungguh terpencil dan sulit dicapai. Kalau anda akan mengunjungi Waerebo, hal pertama yang harus dilakukan adalah tiba terlebih dahulu di Labuan Bajo di ujung barat pulau flores. Dari denpasar, Bali, dalam sehari ada beberapa penerbangan langsung ke Labuan Bajo yang merupakan pintu masuk sebelum mengunjungi Pulau Komodo itu.
          Dari Labuan Bajo, anda masih harus naik kendaraan selama lima jam menuju Dintor di pantai yang menghadap ke pulau mules di selatan flores. Sekadar informasi, jalan dari Labuan Bajo ke Dintor adalah jalan aspal yang tak cukup untuk papas an dua mobil. Untunglah dalam perjalanan dua jam itu, mobil kami jarang bertemu mobil lain.
          Sampai di Dintor, anda bermalam untuk keesokan harinya naik kendaraan bermotor lagi selama sekitar satu jam menuju Denge. Dari denge, anda bisa mencapai Waerebo setelah berjalan kaki naik gunung selama sekitar empat jam.
          Pada zaman serba mudah saat ini, mencapai Waerebo begitu sulit. Saat orang kota kewalahan dengan kemacetan, perjalanan ke Waerebo bisa membuat kita seakan hidup di planet yang jarang penghuninya.
          Namun, mengapa Waerebo begitu menarik?
          Dari segi penampilan, Waerebo memang sangat “kartu pos”. terlatak di antara puncak-puncak gunung dengan pemandangan sangat indah, rumah-rumah di Waerebo begitu unik untuk melengkapi lanskap yang sudah luar biasa itu.
          Pertanyaan yang kemudian layak mengemuka, mengapa nenek moyang warga Waerebo memilih tempat tinggal begitu tinggi dan jauh dari desa sekitar? Walau umur pasti Waerebo tidak diketahui, diperkirakan tempat itu sudah dihuni selama ratusan tahun.
Kearifan Lokal
          Professor gunawan Tjahjono, Guru Besar Arsitektur dari UI, menulis tentang Waerebo di buku Pesan dari waerebo dengan kutipan yang kira-kira menekankan kedekatan pendiri Waerebo dengan alam yang akhirnya membawa mereka menuju kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari.
          “Pemahaman akan kebutuhan bersahabat dengan alam  itu bagi masyarakat perlu diturunkan kepada generasi berikutnya sejauh pengalaman cara berhubungannya pernah membuahkan hasil gemilang yang membahagiakan semua anggota,” demikian sebagian kutipan tulisan Gunawan.
          Kenyataannya masyarakat Waerebo memang jauh dari kekerasan. Melihat tata letak rumah-rumah mereka, jelas terlihat mereka tidak pernah terlibat peperangan dengan siapapun. Ini berbeda dengan banyak desa tradisional lain di Indonesia yang tampak jelas mempunyai pola pertahanan. Selain itu, masyarakat Waerebo juga tak mengenal senjata selain alat-alat pertanian. Masyarakat Waerebo “mengasingkan diri” bukan utnuk mneghindari musuh, melainkan untuk mendekatkan diri kea lam.
          Masyarakat tanpa kekerasan di Waerebo tercermin dari wajah-wajah ramah dan tak pernah curiga terhadap pendatang.
          Bahakan tradisi adu cambuk bernama caci yang mereka lakukan pun jauh dari kekerasan. Walau berhadap-hadapan dan saling menyerang denagn cambuk rotan, kedua pihat yang berhadapan tak pernah menampilkan ketegangan. Derai tawa selalu mengiringi adu cambuk yang kadang diwarnai darah mengalir dari luka terkena cambuk itu. Adu cambuk caci semata olahraga kompetisi yang melombakan ketangkasan gerak.
          Dari segi budaya pula, Waerebo adalah rekaman utuh adat budaya manggarai yang saat ini meliputi wilayah tiga kabupaten : Manggarai, Manggarai Barat, dan manggarai Timur. Dahulu semua rumah di daerah ini berbentuk kerucut seperti yang ada di Waerebo. Namun, secara perlahan, rumah-rumah tradisional itu punah digantikan rumah “generik” seperti yang kita jumpai dimana-mana di Indonesia: berbentuk persegi, berdinding papan, dan beratap seng.
          Di Waerebo setidaknya pada 2008, masih terdapat empat rumah adat asli Manggarai. Kini, dengan kerjasama banyak pihak, Waerebo memiliki kembali tujuh rumah adat seperti yang pernah diturunkan leluhur Waerebo.
          Proses menjadi lengkap tujuh melibatkan banyak pihak di Indonesia yang merasa ikut memilikinya. Beberapa pengusaha melupakan ambisi pribadi, bergotong-royong mengembalikan Waerebo ke pentas aslinya.



Sumber : KOMPAS, Sabtu, 25 Juni 2011 


Foto diambil dari www.google.com

BERPIKIR DAN BERJIWA BESAR (THE MAGIC OF THINKING BIG) (David J. Schwartz)




By : Nurrohmah Hidayanti

1.    Percaya Anda dapat berhasil, maka Andapun Akan berhasil
Keberhasilan berarti banyak hal yang mengagumkan dan positif. Keberhasilan berarti menang. Keberhasilan – prestasi – adalah tujuan hidup! Setiap manusia menginginkan keberhasilan. Setiap orang menginginkan yang terbaik dari hidup ini.

Cara terbaik untuk memperoleh keberhasilan adalah dengan percaya bahwa Anda dapat berhasil. Tidak ada yang gaib atau rahasia mengenai kekuatan kepercayaan. Kepercayaan bekerja sebagai berikut: kepercayaan, sikap “Saya-positif-saya-dapat” membangkitkan kekuatan, ketrampilan, dan energi yang dapat diperlukan untuk berhasil. Jika kita percaya bahwa “Saya-dapat-melakukannya” dan benar-benar percaya, maka “bagaimana melakukannya” pun berkembang secara otomatis.

Otak adalah pabrik pikiran. Pabrik yang juga menghasilkan pikiran yang tak terhitung setiap jam. Produksi di dalam pikiran di bawah pengawasan dua mandor salah satunya kita sebut saja Tuan Kemenangan. Tuan Kemenangan bertanggung jawab menghasilkan pikiran-pikiran yang positif. Ia berspesialisasi mengembangkan alasan-alasan mengapa Anda dapat, mengapa Anda cakap, dan mengapa Anda akan berhasil.

Mandor yang satunya lagi Tuan Kekalahan menghasilkan nilai negatif yang menurunkan nilai diri. Ia adalah ahli dalam mengembangkan alasan-alasan mengapa Anda tidak dapat, mengapa Anda lemah, mengapa Anda tidak memadai. Spesialisasinya adalah rangkaian pikiran “mengapa-Anda-akan-gagal.”

2.    Sembuhkan Diri Anda dari Dalih, Penyakit Kegagalan

Penyakit ini disebut penyakit dalih (excusitis) atau penyakit kegagalan. Setiap orang gagal menderita penyakit ini dalam tahap lanjut, dan kebanyakan orang “rata-rata” pernah mengalami setidaknya serangan ringan penyakit ini.

Segera setelah korban penyakit kegagalan ini memilih dalih yang “bagus,” ia hidup bersama dalih tersebut. Kemudian ia mengandalkan dalih tersebut untuk menjelaskan kepada dirinya sendiri dan orang lain mengapa ia tidak maju-maju dan setiap kali korbannya membuat dalih, dalih tersebut menjadi tertanam lebih dalam di dalam pikiran bawah sadarnya.

Empat bentuk dalih yang lazim yaitu :
a.    Dalih Kesehatan : tetapi kesehatan saya buruk
b.                 b.  Dalih Intelejansi : tetapi  Anda harus mempunyai otak yang cerdas   untuk berhasil
c.    Dalih Usia : Tidak ada gunanya saya tertalu tua (terlalu muda)
d.    Dalih Nasib : tetapi kasus saya lain; saya menarik nasib buruk

Jika Anda percaya sesuatu itu tidak mungkin, pikiran Anda akan bekerja bagi Anda untuk membuktikannya mengapa hal itu tidak mungkin. Akan tetapi jika Anda percaya, benar-benar percaya, sesuatu dapat dilakukan, pikiran Anda akan bekerja bagi Anda dan membantu Anda mencari jalan untuk melaksanakannya.

3.    Anda adalah Apa yang Anda Pikirkan mengenai Diri Anda

Orang yang berpikir dirinya inferior, lepas dari apa kualifikasinya yang sebenarnya, menjadikan dirinya inferior, karena berfikir mengatur tindakan. Jika seseorang merasa inferior, ia pun betindak dengan cara inferior, dan tidak ada yang menutupi perasaan dasar ini untuk waktu yang lama. Orang yang merasa tidak penting benar-benar menjadi tidak penting.

Agar menjadi penting, kita harus berpikir bahwa diri kita penting, benar-benar berpikir demikian; kemudian orang lain pun akan berpendapat demikian pula.
Beginilah logikanya :

Cara Anda berpikir menentukan bagaimana Anda bertindak. Cara Anda bertindak pada gilirannya menentukan: bagaimana orang lain bereaksi terhadap Anda.

Ingat!!!
“Orang yang mengatakan kepada Anda bahwa sesuatu tidak dapat dilakukan hampir selalu adalah orang yang tidak berhasil, orang yang biasa-biasa saja prestasinya.”

Disampaikan pada pertemuan rutin FLP Bogor
Masjid Al Hijri UIKA (Universitas Ibnu Khaldun), 15 September 2007 / 3 Ramadhan 1428 H

Minggu, 18 Maret 2012

Balada Pucuk-pucuk Pace dan Kebun

Bunga-bunga pace nan eksotis

 
Lengkap dengan gerombolan semut dan kutu-kutu yang doyan pucuk
‘Si mungil’ yang menyembul dan ‘si kakak’ yang malu2 bersembunyi di antara rimbunnya daun, menunduk, dan enggan mengkhianati gaya gravitasi yang geotropis.
Pohon Pace dilihat dari bawah, cara melihatnya dengan menatapnya lurus2 ke atas (kira2 180o) dari posisi kita berdiri di bawah pohonnya langsung. Ini karena sebagian ranting pada batang pohonnya condong ke arah timur.



Aku merasa tergelitik untuk menuliskan lebih banyak tentang tanaman pace dan kebun. Karena memamg yang sering kulihat ketika ke kebun ya selalu tanaman ini. Tanaman yang beranak-pinak dimana saja, bijinya benar2 tersebar dimana mana-mana-mana (hadeuh…). Inilah ceritaku kali ini, cerita yang kutulis sambil mengusir galau yang menikam jiwa. Memang ada yang sedang kutanggung hari-hari terakhir ini, berharap semuanya tertanggungkan. Aamiin…

Tanaman pace ini bertetangga dengan tanaman pisang, kelapa, temu lawak, melinjo, pisang, angkrik, kopi Jawa, kapuk randu, saga, dan lain-lain di kebun samping rumah. Hmmm, kenanekaragaman hayati yang membingungkan karena semuanya ada di satu tempat. Mungkin kebun Mbahku ini bisa jadi miniatur hutan heterogen kali ya… Ga tau deh, menurut ahli tumbuhan apakah diantara tanaman2 itu terjadi persaingan ketat dalam hal ‘mencari makan’ atau ga? Kula mboten mangertos, mboten mudheng babagan ilmu wit-witan, hehe :D

Tapi yang jelas, asyik banget mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun Mbah Salim. Kok bisa banyak banget tanamannya ya?? Maksudnya jenisnya beraneka ria. Kayak semua tanaman reuni mau ngumpul di kebun samping rumah (lebay tenan…). Sampai umbi-umbian pun ada: ubi ungu, ubi putih, ubi jalar, suweg, angkrik, gadung, dan tentu saja ketela pohon. Mereka datang dari mana ya? (pertanyaan aneh). It’s amazing me!
Oiya aku ingat, dulu sebelum pohon petai yang persis tumbuh di sebelah barat rumah kena penyakit. Hampir setiap hari sepasang burung sejenis burung pelatuk mematuki batang pohon petai itu. Aku sering berlama-lama memandangnya di balik jendela lebar kamarku. Kalau aku nekat mendekat, pastilah aku mengganggu keasyikan mereka. Jadi aku hanya bisa mengamati dari jauh. Tapi akhir2 ini burung pelatuk itu udah ga pernah keliatan lagi, mungkin pindah ke pohon lain yang entah dimana. Cuma kadang-kadang ada burung sejenis Kolibri pemakan madu berparuh panjang dan bertubuh kecil yang hinggap untuk menghisap sari bunga pisang.

Sekarang tetap saja setiap hari ‘dunia kebun’ riuh-rendah dengan banyak bunyi karena kebunnya emang banyak pohon. Ada suara ayam2 kampung piaraan Mbah dan ayam tetangga, gerombolan burung prenjak, kadang2 burung ekor kipas, dan entah burung apa lagi. Satu hal yang sudah punah dari pohon kelapa yang sampai sekarang tidak pernah kulihat lagi : tupai. Ya, mereka sudah punah dari pohon kelapa (‘rumahnya’) karena sering diburu orang-orang menggunakan bedil. Padahal para tupai itu makan kelapa ga seberapa, paling cuma batok kelapa berbolong-bolong ga sampai puluhan butir. Entahlah, nafsu manusia emang susah dimengerti. Mungkin juga si pemburu emang punya naluri pembunuh. Hhhh. Berujung pada hilangnya keriuhan suara sahut-sahutan tupai di kebun yang dulu pernah ada . Satu keadaan yang bernama kepunahan, walaupun hanya terjadi di kebun. Tetap saja perbuatan terkutuk itu bernama PEMBUNUHAN.

Aku malah jadi punya kesimpulan tentang muasal berjenis-jenisnya tanaman yang terasa agak ‘ganjil’ di kebun Mbah Salim. Jawaban yang pertama: burung. Ya, seiring jejak kelana burung-burung yang mengalun bersama dzikir dan kelepak sepasang sayap mungilnya (whaduh, malah nyastra…). Kuat diduga (maaf ga pake uji hipotesis alias sotoy, hehe) merekalah ‘oknum’ penyebar biji-bijian yang entah dikonsumsi entah di belahan bumi mana yang kemudian membuang residu biji yang tidak tercerna itu di seantero bumi mana saja termasuk kebun Mbah Salim. Nah! Kemudian yang kedua, biji2 jatuh di bawah pohonnya. Ketiga, memang sengaja tanaman tertentu yang bernilai ekonomi tinggi ditanam di kebun.

Menjumpai makhluk2 mungil seperti mereka (baca: burung2) terhampar hikmah luar biasa yang mengokohkan imanku melalui sebentuk makna ketawakalan dan totalitas usaha. Meski tanpa ilmu yang memadai, meski kecil, meski tidak punya apa-apa, tapi tetap berprasangka baik kepada Alloh bahwa apapun yang Dia ciptakan tidak ada yang terlantar asal kita mau berusaha mengusahakan yang terbaik selagi bisa. Menghunjamkan keyakinan akan Yang Maha Memberi Rezeki yang tidak akan pernah menyia-nyiakan satu makhluk pun tanpa kebagian rezeki-Nya.
Wallohu a’lam bish showab.

NB : banyak banget pohon dan  tanaman lain yang ada di kebun yang ga bisa disebutkan di sekelumit cerita ini, hehe ^_^
- thank's for my hand phone SE K320i which help me take the picture above.-




Adipasir yang mendung, 18 Maret 2012
“Merenungi jejak-jejak masa”